Search with Google

Senin, 06 September 2010

vierra - seandainya

Kelak kau ‘kan menjalani hidupmu sendiri

Melukai kenangan yang telah kita lalui

Yang tersisa hanya aku sendiri di sini

Kau akan terbang jauh menembus awan

Memulai kisah baru tanpa diriku

Reff :

Seandainya kau tau ku tak ingin kau pergi

Meninggalkan ku sendiri bersama bayanganku

Seandainya kau tau aku ‘kan selalu cinta   

Jangan kau lupakan kenangan kita selama ini

Kelak kau ‘kan menjalani hidupmu sendiri

Melukai kenangan yang telah kita lalui

Kau akan terbang jauh menembus awan

Memulai kisah baru tanpa diriku

Back to Reff

Selama ini..

Back to Reff

Selama ini…




            Lirik Lagu Vierra – Seandianya dipersembahkan oleh Lirik Lagu Indonesia Terbaru

         

Kamis, 02 September 2010

link !!

http://myspace.laymark.com/#icons

Tabloid Pembawa Keberuntungan

“Tan, tunggu aku !” teriak Dinda dari kejauhan.
Dindapun mengejar Tania. Dengan nafas terengah-engah, Dinda menghampiri Tania.
“Pulang sekolah temenin aku ke kantor pos yuk !?!” ajak Dinda dengan semangat.
“Dinda . . . Dinda . . ., kan kemarin sudah ke kantor pos, mau ngapain lagi sih? Oh,mau nambah koleksi?” jawab Tania sambil nyengir.
Dinda dan Tania adalah dua orang sahabat yang sudah bersahabat sejak kecil. Kedua orang tuanyapun sudah kenal sejak lama. Jadi, dimana ada Dinda, disitu pasti ada Tania. Begitupun sebaliknya.
Dinda dan Tania sekolah di SMP Bintang. Selain satu sekolah, mereka juga satu kelas. Tapi, kegemaran mereka cukup berbeda. Dinda seorang filatelis yang gemar menyanyi. Dinda juga seneng banget shopping. Kalau Tania juga sama, orangnya rame, kalem, dan gemar membaca buku. Mereka sama-sama penyuka musik pop dan sama-sama pinter dalam pelajaran.
Pulang sekolah, sesuai janji Tania, dia menemani Dinda ke kantor pos. Sesampainya di kantor pos . . .
“Janji ya jangan lama-lama! Aku tunggu kamu diluar. 5 menit harus sudah selesai!”
“Iya . . . iya . . . janji deh gak lama-lama, Cuma sebentar kok.”
Beberapa menit kemudian . . .
Rupanya Tania mulai bete karna janji Dinda tidak ditepati. Tapi dengan sekejap bete itu hilang karna Dinda datang menghampirinya.
“Lama banget sih, janjinya cuma sebentar.” Kata Tania dengan wajah kesal.
“Sorry . . .”
Sampai di rumah, Dinda langsung masuk ke kamarnya dan membenturkan badannya ke tempat tidur. Mungkin dia sudah amat sangat kelelahan. Tapi istirahat Dinda bakalan diganggu sebentar sama nyokapnya . . .
“Din . . . Dinda . . . ! tabloid langganan kamu mama taroh di meja belajar kamu!” kata mama dengan suara keras. Dinda segera bangun dan mengambil tabloid itu di meja belajarnya.
Karena tidak ingin senangnya cuma buat sendiri, Dinda mengambil blackberrynya dan segera menghubungi Tania.
“Tan, aku punya tabloid baru nih. Coba deh kamu ke rumah ku!” pinta Dinda.
“Aduh, sorry Din, aku gak bisa. Aku lagi baca Ensiklopedi nih, nanggung. Mungkin bentar lagi ya . . .”
“Gak, gak bisa. Kamu harus kesini sekarang!” dengan segera telponnya ditutup.
Tania segera menutup buku Ensiklopedinya dan pergi ke rumah Dinda. Setelah sampai, Dinda langsung mengajak Tania untuk melihat tabloid barunya. Ternyata benar, tabloidnya asyik dan keren seperti yang dikatakan Dinda. Tania tidak menyesal pergi ke rumah Dinda hanya untuk membaca tabloidnya.
Tapi, lama-lama Tania akhirnya bosan juga. Tania membolak-balikkan halaman tabloid yang dibacanya. Tanpa sengaja, Tania melihat sebuah iklan disalah satu halaman tabloid. Taniapun segera memanggil Dinda.
“Din, sini deh. Coba kamu liat iklan ini!” sambil memperlihatkan iklan yang dimaksud.
"Mau jadi Artis yang bisa tampil di Layar Lebar atau main sinetron? Atau mau jadi bintang iklan, Presenter TV dan foto model ngetop? Kini saatnya untuk mewujudkan mimpimu menjadi kenyataan dengan mengikuti ajang ekslusif dan bergengsi ini . . .
Syarat pendaftaran :
»Kamu cewek/cowok usia 3-30 tahun.
»Bersedia dikontrak untuk model iklan, bintang sinetron, foto model dan presenter TV.
»Kirim 2 lembar foto (close up dan seluruh badan) uk.3R/4R.
Biodata : Nama, umur, alamat lengkap, Telp/HP, Nama dan pekerjaan ortu, serta perangko balasan.
Buruan kirim . . . ! jangan sampai terlambat."
“Trus, apa maksud kamu kita baca iklan ini?” Dinda keheranan.
“Kamu ikut aja Din . . ., siapa tau kamu lolos. Kamu kan dari kecil punya cita-cita pengen jadi artis. Dan kamu juga kayaknya punya bakat buat jadi artis. Ikut aja Din, aku dukung kamu deh!”
“Tapi belum tentu juga aku dapet izin dari nyokap.”
“Sebenernya kamu pengen kan ikut seleksi itu?”
“Ya, aku pengen banget ikut. Tapi ya, itu. Izin nyokap belum tentu aku dapetin. Nanti aku pikirin gimana caranya biar gak dikasih izin, tapi tetap bisa ikut.”
“Oke, nanti aku bantu deh gimana caranya biar kamu bisa ikut seleksi itu.”
Karena sudah sore, Tania berpamitan pulang dengan Dinda dan nyokapnya. Di perjalanan, Tania masih mencari jalan keluar dari masalah Dinda. Menurut Tania, sebenarnya maksud ortunya Dinda itu baik, mereka gak ingin nilai-nilai Dinda turun kalo masuk ke dunia entertainment. Kan selama ini Dinda selalu juara kelas. Yup, Tania udah punya jalan keluar untuk Dinda. Dan besok Tania akan membicarakannya pada Dinda.
Besoknya di sekolah . . .
Waktu jam istirahat, Tania dan Dinda makan di kantin bersama. Dan inilah saat yang tepat untuk bilang semuanya sama Dinda.
“Din, waktu perjalanan pulang ke rumahku dari rumah kamu, aku udah nyimpulin semuanya untuk mencari jalan keluar dari masalah kamu,” sambil mengunyah bakso di mulutnya.
“Idih . . . ngomongnya udah kayak profesor aja . . . hahahahaha!”
“Ih, Dinda. Aku ngomongnya serius diajak becanda. Gak lucu tau!” Tania mulai kesal.
“Sorry . . . so, apa nih kesimpulan kamu?” Dinda mulai serius.
“Hmm . . . menurut aku, maksud ortu kamu ngelarang semua ini pasti ada maksudnya. Menurut aku sih maksudnya kalo kamu masuk ke dunia entertainment, nilai-nilai kamu bakalan turun. Makanya mereka ngelarang kamu,” nasehat Tania.
“Tapi itu kan gak adil. Aku tetep pengen sekolah dan masuk ke dunia entertainment juga.”
“Kalo gitu, kamu harus buktiin ke mereka kalo nilai kamu gak bakal turun kalo kamu masuk dunia entertainment!” usul Tania.
“Caranya?” Dinda kebingungan.
“Kamu harus bisa meyakinkan ortu kamu kalo kamu bisa ngatur schedule kamu antara belajar, sama dunia entertainment yang kamu jalanin nanti.”
“Oh . . . gitu. Tapi kayaknya nanti dulu deh aku bilang semua ini sama nyokap. Soalnya kan belum tentu aku lolos seleksi.”
”Iya, bener juga. Coba deh besok kamu kirim biodata sama foto kamu ke PH yang ada di iklan itu.”
“Oke . . . tapi kalo seandainya nanti aku lolos seleksi dan bener-bener jadi artis, kamu bantu aku ya buat ngatur schedule aku!”
“Siap bos! Tapi, aku dapet upetinya juga gak nih?”
“Hmm . . . oke deh!” Dinda dan Tania tertawa lepas.
Pulang sekolah . . .
Saat perjalanan pulang, Dinda dan Tania bercakap-cakap.
“Tan, kamu percaya gak sama keberuntungan?”
“Nggak,” jawab Tania dengan singkat.
“Kenapa? Seharusnya kamu percaya dong sama keberuntungan.”
“Dinda, dimana-mana itu gak ada yang namanya keberuntungan. Kalo ada juga paling cuma kebetulan.”
“Ya . . . jangan sewot gitu dong. Aku kan cuma nanya. Kalo misalkan diantara kita berdua mengalami keberuntungan kamu bakalan percaya gak?”
“Gini ya, Din. Pokoknya sebelum diantara kita berdua yang mengalami keberuntungan itu, aku gak bakalan percaya.”
Perbicaraan itu berhenti begitu saja setelah mereka sampai di rumahnya masing-masing. Didalam kamar, Dinda menulis biodata dan memenuhi persyaratan tanpa diketahui nyokapnya. Dengan cepat, ia menyelesaikan pekerjaannya itu.
Keesokan harinya . . .
Saat pulang sekolah tiba. Dinda yang ditemani Tania pergi ke kantor pos untuk mengirim biodata dan segala persyaratannya ke alamat yang tertera pada iklan ditabloid Dinda. Saat perjalanan pulang, Dinda dan Tania tidak berbicara satu sama lain. Mungkin karena perdebatan mereka kemarin yang membuat mereka kesal.
Dua minggu kemudian . . .
Libur telah tiba. Siang itu pak pos datang dengan motornya ke rumah Dinda.
“Apa benar ini rumah Dinda?” Tanya pak pos.
“Ya, benar. Ini rumah Dinda. Ada apa ya pak?” tanya Dinda.
“Ini, ada surat buat Dinda Amalia.”
“Oh, makasih ya pak!”
Setelah pak pos pergi, Dinda segera pergi ke kamar untuk membaca surat itu. Tanpa disadari, nyokap Dinda melihat gerak-gerik Dinda yang mencurigakan.
“Din . . ., siapa tadi yang datang?”
“Pak pos, ma. Ngantarin surat buat Dinda.”
Dinda selamat dari kecurigaan nyokapnya. Dengan segera Dinda merobek amplop surat itu dan membaca isi suratnya.
“Selamat anda lolos seleksi di PH kami. Silahkan anda datang ke alamat PH kami yang tertera dibawah surat ini untuk mengikuti seleksi selanjutnya,” baca Dinda dengan pelan.
Dengan cepat Dinda mengambil blackberrynya dan segera menghubungi Tania.
“Tan, aku punya kabar nih! aku dapet surat lo dari pak pos. Trus, waktu aku baca suratnya, isinya . . . aku lolos seleksi, Tan!” kata Dinda dengan semangat. “Wah . . ., selamat ya! Trus, kamu harus ngelakuin apa lagi?”
“Katanya, disini aku harus datang ke PH tempat aku lolos seleksi untuk mengikuti seleksi selanjutnya.”
“Kamu udah bilang sama nyokap kamu belum?”
“Belum,Tan. Kira-kira kalau keadaannya udah kayak gini, nyokap aku mau kasih izin gak ya?”
“Mana ku tau. Tapi kamu cerita aja dari awal sampai keadaannya kayak gini. Gak mungkin juga nyokap kamu marah sama kamu.”
“Iya deh, nanti aku coba ceritain semuanya. Thank’s ya, Tan!”
Teleponpun ditutup Dinda. Ia segera menghampiri mamanya. Awalnya Dinda ragu, tapi Dinda beranikan dirinya untuk mengatakannya. Ketika itu Dinda dan mamanya sedang duduk di ruang keluarga.
“Ma, Dinda mau ngomong nih sama mama.”
“Mau ngomong apa, Din?”
“Gini ma, Dinda ceritain dari awal ya. Jadi waktu itu Dinda dan Tania gak sengaja ngebaca iklan tentang seleksi untuk jadi bintang. Sebenernya Dinda mau ikut. Tapi Dinda tau kalo mama gak bakalan ngasih izin. Tapi Dinda pengen banget ikut, ma. Jadi Dinda ikut seleksi itu dengan janji kalo Dinda lolos seleksi, Dinda bakalan kasih tau ke mama.”
“Jadi?”
“Dinda lolos seleksi pertama, ma. Dan Dinda harus datang ke PH tempat Dinda lolos seleksi untuk ikut seleksi kedua, ma. Dinda boleh ikut kan?”
“Tapi, prestasi belajar kamu bisa menurun kalo kamu nanti jadi artis, Din.”
“Ya, Dinda tau. Pasti karna alasan itu mama gak ngasih izin Dinda. Tapi Dinda janji kok, ma. Dinda akan tetap belajar walaupun Dinda udah jadi artis nantinya.’
“Kamu yakin bisa pegang janji kamu?”
“Iya, ma. Kalo Dinda gak bisa pegang janji Dinda, mama boleh kok berhentiin Dinda jadi artis kapan aja!”
“Bener ya, mama pegang janji kamu.”
“Bener, ma? Jadi mama ngizinin Dinda buat ikut seleksi?”
“Iya . . .”
“Wah, makasih ya ma!” Dinda memeluk mama.
Setelah mendapatkan izin dari nyokap, Dinda pergi ke kamar untuk mengambil blackberrynya dan menghubungi Tania.
“Tan, aku udah dapet izin nih buat ikut seleksi!”
“Wah, selamat ya! Trus, apa rencana kamu selanjutnya?”
“Besok kamu temenin aku ya buat ikut seleksi!”
“Oke . . . aku bantu kamu pake doa deh biar lolos seleksi.”
“Amin . . . doain yah!”
Besoknya . . .
Sesuai janjinya, Tania menemani Dinda pergi ke PH untuk mengikuti seleksi kedua. Ternyata banyak juga yang lolos seleksi.
“Din, kamu kalo casting yang bener. Persaingan makin ketat!” bisik Tania.
“Iya, bawel! Aku juga tau kale!”
Saat duduk di ruang tunggu, Dinda mempersiapkan dirinya untuk ikut seleksi. Kali ini nasib tergantung pada dirinya. Kalo dia bersungguh-sungguh, pasti hasilnya akan maksimal.
“Dinda Amalia!”
“Din, kamu dipanggil tuh!” kata Tania.
Dinda langsung masuk ke ruang seleksi. Setelah beberapa menit . . .
“Gimana, Din? Sukses gak?”
“Ya, gitu deh. Coba aja besok kita liat hasilnya.”
“Duh, aku jadi gak sabar nih tau hasilnya,” kata Tania.
“Yee . . . seharusnya itu aku yang penasaran!” merekapun tertawa bersama.
Besoknya hari yang ditunggu-tunggu tiba . . .
Dinda dan Tania datang agak terlambat ke tempat seleksi. Di papan pengumuman banyak orang-orang yang berdesak-desakan melihat pengumuman hasil seleksi. Dinda dan Taniapun juga ikut berdesakkan melihat hasil seleksi. Tanpa sengaja, Tania melihat nama Dinda lolos dalam seleksi. Dengan cepat Tania langsung menarik Dinda keluar dari kerumunan orang.
“Din, kamu lolos seleksi kedua!”
“Hah? Masa?”
“Yee, masa sama aku kamu gak percaya!”
Tiba-tiba ada seorang wanita menghampiri mereka.
“Kamu Dinda kan? Selamat ya, kamu masuk dalam nama-nama yang lolos seleksi.”
“Beneran?”
“Iya, kalo tidak percaya coba kamu liat di papan pengumuman itu. Kebetulan sudah sepi,” sambil menunjuk papan pengumuman yang dimaksud.
Mereka berdua segera menuju papan pengumuman yang sudah sepi itu. Ternyata benar, Dinda lolos seleksi. Mereka berdua seneng banget.
“Nah, sekarang kamu percaya kan sama yang namanya keberuntungan?” tanya Dinda.
“Ya sih, percaya. Ternyata keberuntungan itu gak bakalan ada tanpa adanya usaha yang gigih.” Mereka pun tertawa lepas.
the end :)